Minggu, 16 Mei 2010

*** B U N D A ***






Dalam setiap irama tubuhmu kau selalu menyapa
Dalam kepenatan yang tak pernah terbisikkan kau selalu mendekap
Dalam kerinduan yang sangat kau tak pernah ingin lepas dariku

Kala yang lain terlelap
Kutahu kau tak pernah terlena
Pikiran, hati, jiwa, dan emosimu selalu bekerja dan bekerja untuk masa depanku
Kau selalu berpacu dengan waktu

Andai aku bisa, bunda…
Kan kubalas segenap cinta dan kasihmu
Andai aku mampu, bunda…
Kan kupersembahkan seterang kilauanmu, sehangat dekapanmu, setulus kasihmu, dan
sebijak nasihatmu

Kutahu, bunda...
Tanganmu tak pernah lepas berharap untukku dalam setiap do’a yang kau panjatkan
Kutahu bunda...
Senyummu selalu menyapa dalam setiap kata cinta yang keluar dari lisanmu
Kutahu bunda...
Mata hatimu selalu terjaga dalam setiap langkahku
= M I S S I N G Y O U =








Ruang hatiku terasa kosong.
Hanya ada rindu yang mengetuk,
selebihnya adalah bayangmu yang terus memantul di dinding batu.
Dimana adamu.....

Hanya di dadamu, aku ingin rebah
Hanya di hatimu, cinta ingin kulabuhkan.....

Raihlah kebahagiaan dalam tidurmu.
Sampai pagi menyapa dan kau bisa menatap
getar-getar cinta di pelupuk mata.....

Kantuk masih bergayut di kepala
Kusapa pagimu diantara kungkungan kabut dalam doa kebahagiaan
Selamat pagi, matahariku.....

Kakiku tak gentar memburu wajahmu
Hanya kadang gemetar saat kutahu kau jauh dari sisiku
Lega rasanya, bisa menyisir semua keindahanmu
meski hanya dalam mimpi.....

Kau bukan saja terindah
tapi juga terdalam dalam hidupku
aku teringat langkahku yang terus mendambamu
Berharap kau datang dengan cinta
Membuat kalbuku jadi teduh dan berbunga.....

Jangan pernah ragu
Meskipun aku tak ada di sisimu
aku akan selalu terjaga
melantunkan nada-nada kasih lewat hembusan angin malam.....

Ketika raga tak kuasa bergerak
ketika bibir tak mampu mengundang tawa
ketika hati tak bisa menyentuh luka
aku berharap kau tidak berlari
Datanglah dalam mimpiku dengan cintamu.....
*** G E M I N I ***






The third sector of the zodiac, Gemini is all about intelligence and communication. You're born under this sign and have a talent for and love of using your minds and expressing yourself fully.

As a Gemini, you are a bower bird, mentally, and take an interest in all sorts of different things. Anything that gets your mind ticking over will grab you. You constantly try to challenge your mental abilities and will make extra efforts to understand anything you put your mind to.

You can’t understand why other people don’t feel the same way. To you, this kind of stimulation is your life blood. Anyone who engages you in quick-witted and thoughtful banter will win your heart for sure.

Some great communicators are born under your sign — actresses Helen Hunt and Marilyn Monroe, for instance. Like them, you take interest in anything that requires a little brain power. Reading and ferreting out information on the internet are a perfect way for you to unwind. Communication would have to be one of your favourite pastimes.

Taking up acting classes wouldn’t be a bad idea either, even if you don’t fancy yourself as an Emmy Award winner. Meeting new people and sharing your thoughts and feelings with them is enough of a blast for you.

Not all Geminis have brains on the brain, though. Anna Kournikova, the tennis superstar, proves that — she puts her focus into physical exercise. She is a superb tennis player which requires physical dexterity and mental agility as well.

Gemini is also on the top of the list of achievers in sport. But the sport you get into will be one that requires a strategic and intellectual approach. If it doesn’t, it won’t sustain your interest. Tennis, chess, golf and card games like bridge and canasta appeal to you.

If you could be accused of anything, it would be that you spread yourself too thinly, by being interested in too many things. To some people, you seem superficial and flighty. It’s the ‘rolling stone gathering no moss’ thing — doing a bit of this and a bit of that and not getting deeply into any one thing.

You see it differently, of course. To you life is a smorgasbord, and you’re going to taste everything. Trying just one main course, so to speak, isn’t your thing. Variety, diversity and experimentation are some of your key words. And you can always say, ‘At least I’ll never be boring!’

The fact that you take on so much also means you risk wearing yourself out and letting your vitality engine slow down. It is not easy for you to pace yourself, but if you can get your self-discipline working on this, you can achieve more than most. Make sure you have enough fuel in your gas tank to get you to where you want to go.

People always love your company — your adaptability makes you interesting. People are amazed at your versatility, at the way you manage to juggle so many different activities. Is there anything you don’t try your hand at? They wonder.

Learning will always be one of your passions — you don’t believe there’s ever a good time to limit someone’s desire to improve their mind.

You have a great love of the written as well as the spoken word, and will often put pen to paper — or hands to keyboard — to get your own thoughts down. Sometimes this is just so you can work out what you think about a particular issue or event. Lots of journalists, writers, and advisers are Geminis; their way with words is their best tool for making a lasting impression.

You also have a strong connection to travel and short journeys. You’ll often feel restless, and your itchy feet will set you wandering. These journeys may not be long, but there will be plenty of them — you’re always on the go. You are thirsty for new experiences, and even on short journeys or in transit, you’ll throw yourself into meeting new and unusual people.

You’re fascinated by psychology and the way human relationships work, so you will seek a life partner who is as into communication as you are. You will need this sort of person if you are to achieve emotional fulfilment.

You are the type of person friends and relatives turn to for advice on their love life. This has an upside for you too — it helps you understand what’s going on in your own life, romantically speaking.

Geminis seem to grow younger rather than older. Physically, you will maintain a youthful glow, and you will never lose your fun-loving liveliness. You’re really not into that 'growing old gracefully' thing.

Vitality and constant stimulation are what you are about. A peaceful old age is definitely not your cup of tea (even if you happen to be over 60).

Senin, 10 Mei 2010




= THINKING =



Memory....10 Mei 2010

Hujan membasahi senja kemarin...'kabar itu'...mengapa harus aku yang disalahkan dengan semuanya....adilkah itu....Hanya Allah Yang Maha Mengetahui diatas segalanya...walau dihati ini masih terasa sakit n perihnya...klo mengingat masa lalu masa yang membuat aku merasa dendam dg semua perlakuan mereka...secara tak langsung hati kecil ini bertentangan antara iba n dendam...

'Dimana n kemana....'!!!! mereka saat kumembutuhkannya...bahkan sampai bertahun tahun tak ada kabar berita...berbela sungkawapun tak pernah ada terlintas dibenak mereka...

Uppsss.....harusnya mereka juga merasakan apa yang kurasakan pada saat itu....masa itu akan tiba....bagaimana rasanya...Mengapa sekarang harus aku yang dipersalahkan...aneh aja kedengarannya...?!!

Lucu n bercerminlah...dengan semuanya...

Jumat, 07 Mei 2010

CERMIN KARTINI INDONESIA





Sri Mulyani Indrawati lahir di Tanjungkarang, Lampung, 26 Agustus 1962.

Ia menjabat sebagai Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Ia kemudian dipercaya oleh Presiden SBY untuk menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas. Pada 5 Desember 2005 ketika Presiden SBY mengumumkan perombakan (Reshuffle) kabinet, Sri Mulyani dipindahkan menjadi Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar.

Sebelum diangkat menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kabinet Indonesia Bersatu, Sri Mulyani hijrah ke Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, sebagai konsultan di USAid sejak Agustus 2001 dalam rangka kerjasama untuk memperkuat institusi di daerah.

Yaitu, memberikan beasiswa S-2 untuk pengajar universitas di daerah. Disana ia banyak memberikan saran dan nasihat mengenai bagaimana mendesain program S-2 untuk pendidikan universitas di daerah maupun program USAid lainnya di Indonesia, terutama di bidang ekonomi. Di samping itu, ia juga mengajar tentang perekonomian Indonesia dan ekonomi makro di Georgia University serta banyak melakukan riset dan menulis buku.

Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura.

Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008[2] dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober

Sri Mulyani Indrawati atau akrab dengan panggilan Mbak Ani, adalah seorang ekonom yang sering tampil di panggung-panggung seminar atau dikutip di berbagai media massa. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) ini juga sempat aktif menjadi penasehat pemerintah bersama sejumlah ekonom terkemuka lain dalam wadah Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Seperti halnya di Indonesia, di Amerika ia juga sering mengikuti seminar, tetapi lebih banyak masalah internasional daripada di Indonesia.

Pada awal Oktober 2002, Sri Mulyani terpilih menjadi Executive Director Dana Moneter Internasional (IMF) mewakili 12 negara di Asia Tenggara (South East Asia/SEA Group).

Sejak 1 November 2002, ia mewakili 12 negara anggota SEA Group di IMF. Tugasnya sebagai executive director terkait dengan pengambilan keputusan. Untuk menentukan berbagai program dan keputusan yang harus diambil IMF. Jadi ia tidak hanya mewakili kepentingan Indonesia, namun mewakili kepentingan negara-negara anggota di lembaga IMF maupun forum internasional yang relevan.

PENDIDIKAN:

• Sarjana Ekonomi di Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia. (1981 – 1986)

• Master of Science of Policy Economics di University of lllinois Urbana Champaign,U.S.A. (1988 – 1990)

• Ph. D of Economics di University of lllinois Urbana-Champaign, U.S.A. (1990 – 1992)

PENGALAMAN KERJA:

• Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI), Juni 1998 – Sekarang

• Nara Sumber Sub Tim Perubahan UU Perbankan, Tim Reformasi Hukum – Departemen Kehakiman RI, Agustus 1998 s/d Maret 1999.

• Tim Penyelenggara Konsultan Ahli Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun 1999 – 2000, Kelompok Kerja Bidang Hukum Bisnis, Menteri Kehakiman Republik Indonesia, 15 Mei 1999 – Sekarang

• Anggota Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Moneter, Departemen Keuangan RI, Juni 1998 s/d sekarang.

• Dewan Juri Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI-TVRI XXXI, Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial, Kebudayaan dan Kemanusiaan, terhitung 1 April 1999 – Sekarang

• Redaktur Ahli Majalah bulanan Manajemen Usahawan Indonesia, Agustus 1998 – Sekarang

• Anggota Komisi Pembimbing mahasiswa S3 atas nama Sdr. Andrianto Widjaya NRP. 95507 Program Doktor (S3) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institute Pertanian Bogor, Juni 1998

• Ketua I Bidang Kebijakan Ekonomi Dalam dan Luar Negeri serta Kebijaksanaan Pembangunan, PP Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), 1996 – 2000

• Kepala Program Magister Perencanaan Kebijakan Publik-UI, 1996-Maret 1999

• Wakil Kepala Bidang Penelitian LPEM FEUI, Mei 1995 – Juni 1998

• Wakil Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan LPEM FEUI, 1993 – Mei 1995

• Research Associate, LPEM FEUI, 1992 – Sekarang

• Pengajar Program S1 & Program Extension FEUI, S2, S3, Magister Manajemen Universitas Indonesia, 1986 – Sekarang

• Anggota Kelompok Kerja – GATS Departemen Keuangan, RI 1995

• Anggota Kelompak Kerja Mobilitas Penduduk Menteri Negara Kependudukan – BKKBN, 1995

• Anggota Kelompok Kerja Mobilitas Penduduk, Asisten IV Menteri Negara Kependudukan, BKKBN, Mei – Desember 1995

• Staf Ahli Bidang Analisis Kebijaksanaan OTO-BAPPENAS, 1994 – 1995

• Asisten Profesor, University of lllinois at Urbana, Champaign, USA, 1990 – 1992

• Asisten Pengajar Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia, 1985 – 1986
RENDANG





Bahan :

a. Daging Sapi 2 kg.

b. Kentang kecil2, 500 gram (kalau mau)

Bumbu :

1. Santan pati (kental) 2 kg, (atau 6 buah kelapa tua)

2. Cabe merah 500 gram

3. Jahe sebesar tiga ibu jari tangan

4. Bawang putih 12 siung

5. Bawang merah 16 butir

6. Lada 2 sendok the

7. Cengkeh 12 biji

8. Kayu manis 4 cm.

9. Langkuas, 200 gram

10. Daun sere, 3 batang

11. Daun jeruk purut 6 lembar

12. Daun kunyit 3 lembar

13. Garam secukupnya

Cara Memasak

Daging dipotong2/ dibagi 23 potong dalam satu kilogram

Semua bumbu dihaluskan kecuali kayu manis, daun sere, kunyit, salam dan jeruk
Santan dimasak berasama bumbu2, sampai keluar minyak.

Kemudian dimasukan daging, diaduk sampai kering.

Bagi yang mau dicampur kentang kecil2, masukan setelah daging setengah matang.
ADAT PERKAWINAN MINANGKABAU



Daerah minangkabau yang terletak disebelah barat pulau sumatera, dengan mayoritas penduduknya muslim memiliki upacara adat pernikahan yang sangat beragam antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya. Namun adanya kesepakatan antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya untuk saling menerima tatacara pernikahan yang mereka anggap baik dan menarik untuk dilaksanakan.

Proses upacara perkawinan adat istiadat minangkabau dapat dibuat menjadi suatu urutan sebagai berikut :

I. Maresek / penjajakan
II. Maminang / batimbang tando
III. Minta izin / Mahanta Siriah
IV. Babako / Babaki
V. Malam Bainai
VI. Manjapuik Marapulai
VII. Pemberian Gelar
VIII. Penyambutan di rumah anak daro

I. Maresek



Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga bermula dari penjajakan. Di Minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan berbagai istilah. Ada yang menyebut maresek, ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang menyebut marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Tapi tujuan dan artinya sama yaitu melakukan penjajakan pertama.

Tata cara pelaksanaannya berbeda-beda di Sumatera Barat. Ada nagari-nagari di mana perempuan yang datang dahulu melamar. Tapi ada juga nagari-nagari di mana pihak laki-laki yang melakukan pelamaran. Namun sesuai dengan system kekerabatan matrilineal yang berlaku di Minangkabau, maka yang umum melakukan lamaran ini adalah pihak keluarga perempuan.

Pelaksanaan penjajakan tidak perlu ayah-ibu atau mamak-mamak langsung dari si anak gadis yang akan di carikan jodoh itu yang datang. Biasanya perempuan-perempuan yang sudah berpengalaman untuk urusan-urusan semacam itu yang di utus terlebih dahulu. Tujuannya adalah mengajuk-ajuk apa pemuda yang dituju telah ada niat untuk dikawinkan dan kalau sudah berniat apakah ada kemungkinan kalau dijodohkan dengan anak gadis si A yang juga sudah berniat untuk berumah tangga.

Jika mamak atau ayah bundanya nampak memberikan respon yang baik, maka angin baik ini segera di sampaikan kembali oleh si telangkai tadi kepada mamak dan ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek-maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di Sumatera Barat, maupun bagi mereka yang sudah bermukim di rantau-rantau.

Terutama tentu saja bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan penting masih tergantung kepada orang-orang tua mereka. Untuk kasus-kasus yang semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan penjajakan, tidaklah merupakan masalah. Karena di sini berlaku hokum sesuai dengan pepatah petitih :

Sia marunduk sia bungkuak
Sia malompek sia patah
Artinya siapa yang berkehendak,tentulah dia yang
harus mengalah

Seringkali resek-maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut dalam beberapa kali perundingan. Dan jika semuanya telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakan masing-masing dan segala persyaratan untuk itupun telah di setujui oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangki yang, maka barulah selanjutnya di tentukan untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh keluarga kedua belah pihak. Acara inilah yang di sebut acara maminang.

II. Maminang/Batimbang Tando



Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga anak gadis yang akan dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak mamaknya datang bersama-sama kerumah keluarga calon muda yang dituju. Lazimnya untuk acara pertemuan resmi pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah si gadis dan diiringkan oleh beberapa orang wanita yang patut-patut dari keluarganya. Dan biasanya rombongan yang datang juga telah membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang ahli untuk itu.

Untuk menghindarkan hal-hal yang dapt menjadi penghalang bagi kelancaran pertemuan kedua keluarga untuk pertama kali ini, lazimnya si telangkai yang marisiak, sebelumnya telah membicarakan dan mencari kesepakatan dengan keluarga pihak pria mengenai materi apa saja yang akan di bicarakan pada acara maminang itu. Apakah setelah meminang dan pinangan di terima lalu langsung di lakukaan acara batuka tando atau batimbang tando ?

Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda. Kedua belah pihak keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakannya itu, saling memberikan tanda sebagai ikatan sesuai dengan hokum perjanjian pertunangan menurut adat Minagkabau yang berbunyi ;

Batampuak lah buliah dijinjing,.
Batali lah buliah diirik.

Artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalan satu acara resmi oleh keluarga belah pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakatan sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua keluarga pun telah terikatan untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.

Barang-barang yang dibawa

Barang-barang yang dibawa waktu meminang, yang utama adalah sirih pinang lengkap. Apakah di susun dalam carano atau dibawa dengan kampia, tidak menjadi soal. Yang penting sirih lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih pinang lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan.

Pada daun sirih yang dikunyah menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan manis, terkandung symbol-simbol tentang harapan dan kearifan manusia akan kekurangan-kekurangan mereka. Lazim saja selama pertemuan itu terjadi kekhilafan-kekhilafan baik dalam tindak-tanduk maupun dalam perkataan, maka dengan menyuguhkan sirih di awal pertemuan, maka segala yang janggal itu tidak akan jadi gunjingan. Sebagaimana dalam pasambahan siriah disebutkan :

Kok siriah lah kami makan
Manik lah lakek di ujuang lidah
Pahik lah luluih karangkuangan
Jika sirih sudah kami makan
Yang manis lekat di ujung lidah
Yang pahit lolos ke kerongkongan.

Artinya orang tidak lagi mengigat-mengigat segala yang jelek, hanya yang manis saja pada pertemuan itu yang akan melekat dalam kenangannya.
Kalau disepakati sebelumnya bahwa pada acara maminang tersebut sekaligus juga akan dilangsungkan acara batuka tando atau batimbang tando maka benda yang akan dipertukarkan sebagai tanda itu juga dibawa dalam wadh yang sudah dihias. Yang dijadikan sebagai tanda untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda pusaka, sepertikeris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi keluarga.

Karena nilai sejarahnya inilah maka barang -barang yang dijadikan sebagai tanda itu sangat berharga bagi keluarga yang bersangkutan dan karena itu pula maka setelah nanti akad nikah dilangsungkan, masing-masing tanda ini harus di kembalikan lagi dalam suatu acara resmi oleh kedua belah pihak.

Urutan Acara

Pembicaran dalam acara maminang dan batuka tando ini berlangsung antara mamak atau wakil dari pihak keluarga si gadis dengan mamak atau wakil dari pihak keluarga pemuda. . Bertolak dari penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya ada empat hal secara simultan yang dapat dibicarakan, dimufakati dan diputuskan oleh kedua belah pihak saat itu.

Namun menurut yang lazim di kampung, jika acara maminang itu bukan sesuatu yang direkayasa oleh kedua keluarga sebelumnya, maka acara ini akan berlangsung berkali-kali sebelum urutan ketentuan di atas dapat dilaksanakan. Karena pihak keluarga pemuda pasti tidak dapat memberikan jawaban lagsung pada pertemuan pertama itu. Orang tuanya atau ninik mamaknya akan meminta waktu dengan keluarga-keluarganya yang patut-patut lainnya.

Paling -paling pada pertemuan tersebut, pihak keluarga pemuda menentukan waktu kapan mereka memberikan jawaban atas lamaran itu.
Acara maminang yang berlangsung di kota-kota umumnya sudah dibuat dengan scenario yang praktis berdasarkan persetujuan kedua keluarga, sehingga urutan-urutan seperti kami cantukan diatas dapat dilaksanan secara simultan dan diselasaikan dalam satu kali pertemuan.

Tata Cara

Setelah rombongan keluarga pihak wanita dipersilakan naik ke atas rumah dan didududkan di sekitar seprai yang telah ditata dengan makanan-makanan kecil, maka mamak atau jurubicara dari pihak keluarga wanita yang datang yang kan memulai pembicaraan menurut tata adat sopan santun Minang yang disebut pasambahan.
Sambah yang dilakukan dengan mengakat kedua telapak tangn dihadpan wajah ini, harus ditujukan kepada ninik mamak atau orang yang memang sudah ditentukan oleh keluarga pihak pria yang telah ditunjuk untuk itu.

Yang menjadi inti pembicaraan pertama ialah pasambahan siriah, di mana jurubicara pihak keluarga yang datang menyuguhkan sirih lengkap yang dibawahnya untuk dicicipi oleh semua yang patut -patut dalam keluarga pihak laki-laki. Sirih yang disuguhkan itu juga tidak harus dimakan; dengan memegang atau mengupil secuil daun sirih itu saja juga sudah dianggap sah.

Setelah itu barulah juru bicara pihak yang datang menanyakan apakah mereka sudah boleh menyampaikan maksud dan tujuan dari kedatangan mereka itu.
Lazimnya menurut adat, permintaan dari yang datang ini tidak langsung dipenuhi oleh keluarga yang menunggu.

Bagaimanapun sesuai dengan basa-basi, sebelum pembicaraan dimulai, pihak tuan rumah ingin menyuguhkan makanan dan minuman yang telah terhidang sebagai pelepas lelah bagi tamu-tamunya. Dalam hal ini berlaku hokum pepatah petitih adat yang mengatakan :


Jikok manggolek dinan data
Jikok barudiang sudah makan
Jikalau berbaring di tempat yang rata
Kalau berunding sesuadh makan

Selesai makan dan minum, juru bicara keluarga yang datang akan mengulangi lagi permintaannya apakah sudah dibolehkan menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Jika lamaran telah diterima, maka dilangsungkanlah acara batuka tando.

Tanda dari pihak keluarga perempuan yang meminang diserahkan olek ninik mamaknya kepada ninik mamak keluarga pria. Dan dari ninik mamak ini baru diteruskan kepada ibu dari calon mempelai wanita. Begitu pula sebaliknya.

1. Melamar : Menyampaikan secara resmi lamaran dari pihak kelurga si gadis kepada pihak keluarga si pemuda.

2. Batuka tando : Mempertukarkan tanda ikatan masing-masing

3. Baretong : Memperembukkan tata cara yang akan dilaksanakan nanti dalam penjumpatan calon pengantin pria waktu akan dinikahkan.

4. Manakuak Hari : Menentukan waktu kapan niat itu akan dilaksanakan

Bila seorang pemuda telah ditentukan jodoh dan hari perkawinannya, maka kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung ke diri orang yang bersangkutan, ialah memberitahu dan mohon restu kepada mamak-mamaknya, kepada saudara-saudara ayahnya ; kepada kakak-kakanya yang telah berkeluarga dan kepada orang-orang tua lainnya yang dihormati dalam kelurganya.

Acara ini pada beberapa daerah di Sumatera barat di sebut minta izin.
Bagi calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita yang telah berkeluarga , acara ini disebut mahanta siriah. Atau menghantar sirih.

Tata cara

Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan membawa seorang kawan ( biasanya teman dekatnya yang telah atau baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari keluarga-keluarga yang patut dihormati.

Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan oleh orang tuanya.
Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalu perlu minta petunjuk dan sifat yang diperlukan dalam rencana perkawinan.

Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria diharuskan untuk mengenakan busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim berlaku sampai sekarang di beberapa daerah di Sumatera Barat :

1. Mengenakan celana batik dengan baju ganting cina berkopiah hitam dan menyandang kain sarung pelekat (atau sarung bugis )
2. Mengenakan celana batik degan kemeja putih yang diluarnya dilapisi dengan jas, kerah kemeja ke luar menjepit leher jas. Tetap memakai kopiah dengan kain sarung pelekat yang disandang di bahu atau dilingkarkan di leher.

Dahulu si calon mempelai pria juga di haruskan untuk membawa salapah (semacam tempat untuk rokok daun nipah dengan tembakaunya) sekarang ditukar dengan rokok biasa. Sebab tujuan membawa barang tersebut hanyalah sebagai suguhan pertama sebelum membuka kata .

Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang disebut mahanta siriah, yaitu peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih lengkap bersadah pinang yang telah tersusun rapi baik di letakkan diatas carano maupun di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang disuguhkan kepada orang yang didatangi.

IV. Babako -Babaki
Pelaksanaan acara ini dalam rentetan tata cara perkawinan menurut adat Minangkabau memang dilaksanakan oleh pihak bako. Yang disebut bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak bako ini menyebut anak-anak yang dilahirkan oleh keluarga mereka yang laki-laki dengan isterinya dari suku yang lain dengan sebutan anak pusako. Tetapi ada juga beberapa nagari yang menyebutnya dengan istilah anak pisang atau anak ujung emas.
Dalam sisitim kekerabatab matrilineal di Minangkabau, pihak keluarga bapak tidaklah begitu banyak terlibat dan berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakasanakan dalam lingkungan keluarga anak pusakonya. Menurut ketentuan ketentuan adat setidaknya ada empat peristiwa dalam kehidupan seorang anak pusako dimana pihak bako ikut berkewajiban untuk mengisi adat atau melaksanakan acaranya secara khusus.
Empat peristiwa tersebut ialah :
1. Waktu melaksanakan acara turun mandi atau memotong rambut anak pusako beberapa waktu setelah dilahirkan.
2. Waktu perkawinannya.
3. Waktu pengangkatannya jadi penghulu (kalau dia laki-laki)
4. Waktu kematiannya.
Khusus pada waktu perkawianan anak pusako, keterlibatan pihak bako ini terungkap dalam acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam acara itu, sejumlah keluarga ayah secara khusus mengisi adat dengan datang berombongan kerumah calon mempelai wanita dengan membawa berbagai macam antaran.
Hakikat dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa penting semacam itu, pihak keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih sayangnya kepad anak pusako mereka dan merasa harus ikut memikul beban sesuai dengan kemampuan mereka.
Karena itulah dalam acara ini rombongan pihak bako waktu datang kerumah anak pusakonya membawa berbagai macam antaran.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota besar, acara babako-babaki ini sekarang sering distalikan pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dantetap tinggal di rumah anak pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara bainai yang akan dilang-sungkan malam harinya.
Tata cara
Menurut tradisi di kampung, gadis anak pusako yang akan kawin biasanya dijemput dulu oleh bakonya dan dibawa kerumah keluarga ayahnya itu. Calon anak daro ini akan bermalam semalam di rumah bakonya, dan pada kesempatan itu yang tua-tua akan memberikan petuah dan nasehat yang berguna bagi si calon pengantin sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga nanti.
Arak-arakan bako mengahantar anak pusako ini diiringkan oleh para ninik mamak dan ibu-ibu yang menjunjung berbagai macam antaran dan sering pula dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain musik tradisional yang ditabuh sepanjang jalan.
Keluarga ibu juga mempersiapkan penyabutab kedatngan rombongan bako ini dengan tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan dihalaman dengan tari gelombang sampai kepada penyediaan hidangan-hidangan di atas rumah
Barang yang dibawa bako
1. Sirih lengkap dalam carano (sebagai kepla adat )
2. Nasi kuning singggang ayam (sebagai makanan adat)
3. Perangkat busana. Bisa berupa bahan pakaian atau baju yang telah dijahit,selimut dan lain-lain.
4. Perangkat perhiasan emas
5. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang hidup, seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil.
Menurut tradisi di kampung dulu, bawaan pihak bako ini juga dilengkapi dengan berbagai macam bibit tumbuh-tumbuhan yang selain mengandung arti simbolik juga dapat dipergunakan oleh calon anak daro dan suaminya sebagai modal untuk membina perekomonian rumah tangganya nanti.
Lazim juga dibeberapa daerah di Minangkabau, air harum racikan dari haruman tujuh macam bunga dengan sitawa sidingin dan tumbukan daun inai yang akan dipergunakan dalam acara mandi-mandi dan bainai, langsungkan disiapkan dan ikuti dibawa dalam arak-arakan keluarga bako ini.

V. Malam Bainai
Bainai artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pegantin wanita. Bisa dilakukan oleh siapa saja. Mandi-mandi dilaksanakan oleh perempuan-perempuan tua, maka acara Bainai bisa oleh yang muda-muda pria dan wanita. Jumlahnya juga harus ganjil, 7 atau 9 orang.
Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku.
Filosofinya : Melindugi si calon pengantin wanita dari segala kejadian yang dapat mengganggu lancarnya perjalanan acara-acara yang akan dilaksanakan, baik yang didatangkan oleh manusia yang dengki maupun oleh setan-setan.
Ada kepercayaan orang-orang tua tempo dulu, keinginan-keinginan jahat dari seseorang dapat dimasukan melalui ujung-ujung jari. Karena itu ujung-ujung jari harus dilindungi dengan warna merah. Tapi lepas dari itu, pekerjaan memerahkan kuku bagi wanita sekarang ternyata juga merupakan bagian dari element kecantikan.
Lazimnya dan seterusnya acara ini dilangsungkan malam hari sebelum besok paginya calon anak daro melangsungkan akad nikah.
Tujuan :
1. Untuk membersihkan dan mensucikan si Calon Pengantin secara lahiriah dan badaniah. Serta untuk melakukan berbagai usaha agar si calon Pengantin nampak lebih cantik dan cemerlang selam pesta-pesta perkawinannya.
2. Untuk memberi kesempatan seluruh keluarga terdekat berkumpul menunjukan kasih saying dan memberikan doa restunya kepada si Calon Pengantin .
Tata cara
1. Babako-Babaki :
Keluarga pihak ayah yang dalam sistim kekerabatan Matrilinial Minang disebut Bako yang berperan penting dalam acara ini. Mereka datang lebih awal membawa segala perlengkapn yang diperlukan untuk acara serta sekalian membawa barang-barang bawaan pemberian pihak Bako untuk si Calon Anak daro. Penyerahan segala barang-barang bawaan bako ini kepada pihak keluarga pengantin wanita dilakukan secara resmi.
Filosofinya : Ringan sama dijinjing-Berat sama dipikul.
2. Sitawa Sidingin :
Jika semua keluarga terdekat telah hadir termasuk juga keluarga-keluarga terdekat Calon Pengantin Pria, maka dilangsungkan acara mandi-mandi secara simbolis dengan memercikkan air dengan ramuan 7 kembang. Air ini dipercikan kecuali oleh Ayah Bundanya juga oleh perempuan-perempuan tua atau sudah berkeluarga dilingkungan kelurga Bako- keluarga Ayah-Ibu dan keluarga Calon Besan. Jumlahnya harus ganjil-7 atau 9 orang.
Si calon Pengantin wanita didudukan pada satu tempat khusus dengan dipayungi dengan paying kuning oleh seorang dari saudara-saudara kandungnya yang laki-laki.
Filosofinya : kehormatan dan keselamatan seorang wanita berada dibawah lindungan saudaranya yang laki-laki yang dalam struktur kekeluargaan Minang akan menjadi mamak bagi anak-anak yang akan dilahirkan nanti.
Selain itu 2 orang Wanita saudara-saudara ibunya akan mendampingi dengan memegang kain Simpai .
Filosofinya : Keluarga-keluarga wanita dari pihak ibu ikut bertanggung jawab melindungi ponakan-ponakannya yang wanita dari segala aib dan gunjingan orang.
3. Manapak Jajakan kunigan :
Di beberapa nagari di Sumatera Barat acara malam bainai ini sering juga diawali lebih dahulu dengan acara mandi-mandi yang akan dilaksanakan khusus oleh wanita-wanita di siang hari atau sore harinya.
Maksudnya kira-kira sama dengan siraman dalam tradisi Jawa..
Jika kita simpulkan maka hakikat dari kedua acara ini untuk zaman kini mempunyai tujuan dan makna sebagai berikut :
1. Untuk mengungkapkan kasih saying keluarga kepada sang dara yang akan meninggalkan masa remajanya.
2. Untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin yang segera akan membina kehidupan baru berumah tangga.
3. Untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum ia melaksanakan acara yang sacral, yaitu akad nikah,
4. Untuk membuat anak gadis kelihatan lebih cantik, segar dan cemerlang selama ia berdandan sebagai anak daro dalam perhelatan-perhelatannya.
Acara mandi-mandi secara simbolik ini harus diawali oleh ibunya dan diakhiri oleh Ayahnya. Setelah itu kedua ibu-Bapak menggandeng puterinya dengan penuh kasih saying secara pelan-pelan membawa menapak di atas kain jajakan kuning yang terentang antara tempat acara mandi-mandi dengan pelaminan dimana acara Bainai yang dilaksanakan.
Filosofinya : Bimbingan terakhir dari seorang ayah dan ibu yang telah membesarkan puterinya dengan penuh kehormatan, karena setelah menikah maka yang akan membimbingnya lagi adalah suaminya.
Demikianlah seluruh rangkaian acara malam bainai dan upacara ini seluruhnya dipandu oleh 2 orang wanita yang dalam istilah Minang disebut UCI-UCI.

VI. Manjapuik Marapulai

Diselenggarakan pada waktu menjemput calon mempelai pria ke rumah orang tuanya untuk dibawa kerumah calon pengantin wanita.
Hal-hal lain di luar ini, itu tergantung kepada adat istiadat daerah masing-masing yang berbeda-beda, serta perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Umpamanya untuk daerah pesisir Sumatera Barat seperti padang Pariaman, berlaku ketentuan untuk membawa payung kuning tujuh tungketan, tombak jingo janggi, pedang (kalau si calon pengantin prianya bergelar Marah, Sidi dan Bagindo ).

Tujuan dari manjapuik marapulai ini untuk menghormati calon menantu dan calon besan sesuai dengan adat Minang yang mengkategorikan mereka dalam keluarga yang harus diperlakukan secara lebih khusus dengan aturan ” Ereng-Gendeng” – “Kato Malereng- Datang bajapuik-Tibo basonsong.

Tata Caranya :

1. Manjapuik :

Keluarga-keluarga terdekat pihak calon pengantin wanita termasuk menantu-menantu berpasangan suami isteri (minimal 5 pasangan ) dengan dipimpin seorang Ninik Mamak yang ahli berpetatah petitih sambil membawa 2 orang Pasundan berangkat menurut waktu yang telah ditentukan menuju rumah calon mempelai pria.

Secara umum menurut ketentuan adat yang lazim, dalam menjemput calon pengantin pria ini pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa tiga bawaan wajib, yaitu :
Pertama : Sirih lengkap dalam cerana menandakan datangnya secra beradat.

Kedua : Pakaian pengantin lengkap dari tutup kepala sampai ke alas kaki yang akan dipakai oleh calon pengantin pria.

Ketiga : Nasi kuning singgang ayam dan lauk-pauk yang telah dimasak serta makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.

2. Sambah Manyambah :

Setelah sampai di rumah calon mempelai pria dan telah dipersilakan duduk diatas rumah ninik mamak juru bicara calon mempelai wanita membuka kata dengan mempersembahkan sirih kepada keluarga yang patut-patut diatas rumah itu terlebih dahulu. Kemudian baru menyampaikan maksud kedatangan yang ditujukan kepada wakil-ninik mamak calon mempelai pria yang telah ditujuk untuk itu. Pengutaran maksud dan jawabannya dilakukan dengan pepatah petitih Minang. Inilah yang disebut acara : “Sambah menyambah”.

Filosofinya : Untuk sebuah acara yang sacral semacam perkawinan tentulah diperlukan pembicaraan dan sikap yang lebih tertib dan sopan santun seremonial dibandingkan dengan pembicaraan-pembicaraan keseharian.

3. Mananyokan gala :

Pada kesempatan tersebut selain dari mengutarakan maksud kedatangan dan basa-basi lainnya yang penting lagi kalau calon menantu tersebut juga berasal dari minang maka waktu itu juga dengan sambah manyambah langsung ditanyakan siapa gelar yang telah diberikan oleh ninik mamak kaum kepada anak kemenakan mereka yang akan dikawinkan itu. Tapi kalau calon menatu tersebut bukan orang Minang, maka acara pemberian gelar diberikan oleh keluarga Ayah calon anak daro selesai acara akad nikah.
Filosofihnya : Untuk semenda-semenda dari Minang di sebut “Ketek banamo-Gadang bagala ” Sedangkan untuk semenda-semenda diluar Minang, disebut : Inggok mancangkam Tambang basitumpu.

4. Tari Galombang & Carano.

Jika acara di rumah calon mempelai pria telah selesai si calon telah didandani lalu diiringkan bersama-sama menuju rumah Calon mempelai wanita. Disini dilakukan penyambutan Adat sebagai berikut :

Payung Kuning

Seturunnya dari mobil calon mempelai pria harus segera disambut dengan memayunginya dengan payung kuning.

Filosofinya : Calon pengantin pada hari perkawinanya. Ditinggikan sarantiang didahulukan salangkah artinya harus diperlakukan sebagai orang penting dengan segala atributnya.

Tari Galombang

Lalu disambut oleh pemuda-pemuda dalam lingkungan kampung si Calon anak Daro dengan Tri Galombang.

Filosofinya : Tibo basongsong – dan keselamatan orang datang harus dijaga oleh pemuda-pemuda tsb yang dalam pola kekerabatan di Minang disebut “Parik Paga dalam Nagari”. Merekalah yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kampung halamannya termasuk menjaga keselamatn tamu-tamu yang datang.

Persembahan Carano

Penyambutan yang dilakukan dijalan raya dimuka rumah calon mempelai wanita ini dilanjutkan lagi dengan Tari Carano oleh sejumlah Dara-dara minang yang disebut Limpapeh Rumah Nan Gadang. Mereka mempersembahkan sirih lengkap dalam Carano Adat kepada Orang tua dan ninik mamak keluarga Calon mempelai pria dan terakhir kepada si calon sendiri.
Filosofihnya : tagak Adat – tagak Carano. Sirih lengkap dalam wadahnya yang disuguhkan kepada orang-orang yang dihormati itu berarti acara dilaksanakan secara ber-adat.

Pasambahan Manyarahkan Anak kamanan

Selesai penyambutan dengan tari-tarian ini, maka dipintu ke pekarangan rumah calon mempelai wanita dilangsungkan lagi acara sambah-manyambah antara 2 ninik mamak yang telah ditunjuk untuk mewakil kedua keluarga itu. Persembahan dengan pepatah petitih minang ini bertujuan pokok dimana pihak keluarga calon pengantin pria menitipkan anak kemenakannya untuk dikawinkan dan mohon untuk dapat diterima diperlakukan pula sebagai anak kemenakan kandung sendiri dalam keluarga calon mempelai wanita.

Filosifnya ; tatungkuik samo makan tanah-talilantang samo minum ambun. Artinya perlakukan calon menantu itu sebagai anak kemenakan sendiri. Sakit sama merasakan sakit-senang sama menikamati kesenangan.

Manapak Kain Jajaka Putih

Menapak kedalam pekarangan sebelum masuk kedalam rumah, dilakukan lagi penyambutan adat oleh perempuan- perempuan tua dilingkungan keluarga calon mempelai wanita. Mereka juga memegang wadah yang berisi beras kuning untuk ditaburkan kepada calon mempelai pria. Ini bermakna doa restu dari seluruh keluarga yang menunggu bagi calon menantu mereka. Setelah itu secara simbolik dituangkanlah beberapa tetes air kesepatu calon menantu untuk selanjutnya dikembangkan kain jajakan putih yang terbentang dari tempat tsb sampai ke tempat dimana acaraakad nikah akan dilangsungkan. Kain jajakan putih ini hanya boleh diinjak dan dilalui oleh Si calon Pengatin.

Filosofihnya : Perkawinan harus dilakukan hanya dengan niat yang suci dan hati yang bersih sesuci yang datang , sesuci itu pula hati yang menerima.

VII. Pemberian Gelar

Sesuatu yang sangat khas Minangkabau ilah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya.

Penyembutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.

Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Miangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakan-kemenakannya yang laki-laki.

Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini didalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan kedudukan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain.

Bila akad nikah dilangsungkan dirumah calon mempelai wanita, bukan di masjid, maka acara penyambutan kedatangan calon mempelai pria dengan rombongannya dihalaman rumah calon pengantin wanita akan menjadi peristiwa besar . Acara ini disebut sebagai acara baralek gadang dengan menegakkan marawa-marawa Minang sepanjang jalan sekitar rumah.

Tata cara

Ada empat tata cara menurut adat istiadat Minang yang dapat dilakukan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dalam menyambut kedatangan calon mempelai pria yang dilangsungkan pada empat titik tempat yang berbeda pula dihalaman rumahnya.
Pertama, memayungi segea calon mempelai pria dengan paying kuning tepat pada waktu kedatangannya pada titik yang telah ditentukan di jalan raya di depan rumah. Atau kalau rombongan datang dengan mobil, pada titik tempat calon mempelai pria ditentukan untuk turun dari mobilnya dan akan melanjutkan perjalanan menuju rumah dalam arak-arakan berjalan kaki.

Kedua, penyambutan dengan tari gelombang Adat timbal balik oleh pemuda-pemuda yang disebut parik paga dalam nagari dengan memberiakan penghormatan pertama dan menjaga kiri kanan jalan yang akan dilewati oleh rombongan.

Pada satu titik di pertengahan jalan kedua barisan gelombang ini kan bersobok dan pimpinannya masing-masing akan melakukan sedikit persilatan. Kemudian acara dilanjutkan dengan barisan dara-dara limpapeh rumah nan gadang yang menyonsong mempersembahkan sirih lengkap dalam carano adat bertutup dalamak secara timbal balik dalam gerakan menyilang antara yang datang dan yang menanti.

Ketiga, sambah-menyambah antar jurubicara pihak tuan rumah dengan jurubicara rombongan calon mempelai pria yang dilangsungkan tepat di depan pintu gerbang sebelum masuk ke pekarangan rumah calon mempelai wanita. Menurut adanya sambah-manyambah di luar rumah ini diawali oleh jurubicara pihak calon pengantin wanita sebagai sapaan kehormatan atas datangnya tamu-tamu kerumah mereka.

Keempat, penyambutan oleh perempuan-perempuan tua tepat pada titik sebelum calon mempelai pria memasuki pintu utama rumah. Perempuan-perempuan inilah menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning sambil berpantung dan kemudian setelah mempersilahkan naik manapiak bandua maningkek janjang, mencuci kaki calon menantunya dengan menuangkan sedikit air ke ujung sepatu calon mempelai pria.

Tata Busana

Dua orang yang jadi jurubicara untuk sambah menyambah boleh berpakaian yang sama dengan keluarga.Yaitu pakai sarung dan berkemeja dilapisi jas di luarnya, yang penting kepalanya harus tertutup dengan kopiah hitam. Boleh juga dikenakan busana model engku damang atau yang sekarang juga sering disebut sebagai jas dubes. Atau kalau dia hanya memakai kemeja dan pantaloon biasa maka di lehernya harus dikalungkan kain pelekat yang kedua ujungnya terjuntai ke dada. Sedangkan kepala harus memakai kopiah.

ACARA ADAT SESUDAH AKAD NIKAH

1. Sambah Bakti :

Selesai acara akad nikah secara Islam maka dilanjutkan lagi dengan beberapa acara adat. Yang pertama kedua pengantin yang sudah syah menjadi suami isteri itu wajib melakukan Sembah bakti kepada Ayah Bunda dan ayah ibu mertua masing-masing dan terhadap nenek kakek dari kedua belah pihak.
Filosofinya : Sejak detik itu kekempat orang tua dan nenek kakek masing-masing telah berstatus sama sebagai Ayah Bunda dan nenek kakek mereka berdua untuk juga diberikan perhatian dan kasih sayang yang tidak berbeda.

2. Mamasang Cincin

Secara bersilang oleh Ibuda masing-masing dilakukan pemasangan cincin kawin kepada masing-masing menantunya dijari manis kanan.
Filosofinya : Basuluah bulan matoari-bagalanggang mato urang banyak. Batampuak bullah dijinjiang – batali buliah diirik. Artinya : Dengan disaksikan orang banyak mereka telah dinyatakan sayah terikat sebagai suami isteri.

3. Malewakan gala.

Kalau untuk menantu yang berasal dari Minang, gelar adat yang yang diberikan oleh kaumnya disampaikan secara resmi dalam kesempatan ini langsung oleh ninik mamak atau yang mewakili keluarga pengantin pria. Untuk menantu yang bukan berasal dari Minang. Gelar ini disebutkan secara resmi oleh wakil keluarga Ayah bpengantin Pria.
Filosofinya : Seorang semenda harus lah dihormati oleh keluarga pengantin Wanita dan tidaklah layak untuk memanggilnya hanya dengan menyebut namanya saja. Itu dapat dilakukan terhdap anak-anak kecil, sedangkan pemuda yang sudah kawin menurut tata tertib adat disebut sudah “gadang” sudah bisa dibawa berunding. “Ketek banamo-Gadang bagala”. Dan gelar ini juga harus disebutkan secara resmi ditengah-tengah orang ramai. Inilah yang disebut acara “Malewakan gala Marapulai”.

4. Balatuang kaniang.

Dengan disaksikan orang banyak kedua kening pengantin itu dipersentuhkan.
Filosofinya : Mereka sudah syah menjadi Muhrim. Dan persentuhan kulit tidak lagi membatalkan uduk mereka.

5. Mangaruak nasi kuning.

Kedua pengantin saling berebutan mengambil daging ayam yang tersembunyi didalam tumpukan nasi kuning. Dan bagian apa dari daging ayam itu yang mereka dapat bersama-sama dipertontonkan kepada tamu-tamu.
Maknanya : Menurut kepercayaan orang-orang tua dulu bagian-bagian apa dari daging ayam itu yang terpegang oleh masing-masing pengantin bisa meramalkan tentang posisi masing-masing nanti didalam mengelola kehidupan rumah tangga mereka.
Acara ini dilanjutkan dengan acara saling suap menyuapkan makanan tersebut. Terlebih dahulu si suami mengambil sejemput besar nasi kuning itu dan menyerahkan kepada si isteri. Si Isteri hanya memakannya secuwil saja dan menyimpan sisanya.
Filosofinya : Si Isteri didalam berumah tangga harus bisa berhemat dan tidak menghabiskan begitu saja semua rejeki yang diberikan oleh suaminya.

6. Bamain Coki.

Kedua suami baru itu dituntun untuk bermain coki, sejenis permainan semacam catur. Tapi sekarang memang banyak dipergunakan adalah papan catur itu sendiri.
Filosofinya : Suami Isteri dalam kehidupan berumah tangga harus bisa mengatur taktik dan strategi , bukan untuk saling mengalahkan tetapi yang penting bisa saling mengikuti pola main masing-masing demi untuk kebahagian dan kelanggengan perkawinan.

Manjalang/ Mahanta Nasi

Sesuai acara akad nikah yang dilanjutkan dengan basadiang di rumah kediaman mempelai wanita, maka sebuah acara lagi yang dikategorikan sebagai perhelatan besar dalam tata cara adat istiadat perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang..
Tujuannya dan maksudnya , yaitu kewajiban untuk mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga mempelai wanita kepada keluarga mempelai pria.

Sesuai dengan judulnya mahanta nasi maka rombongan keluarga mempelai wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria ini memang diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan.

Semua bawaan ini ditata diatas diulang-ulang tinggi yang tertutup kain dalamak dan dibawa dengan dijunjung diatas kepla dalam barisan oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi inilah yang disebut dengan istilah manjujuang jamba.

Arak-arakan manjalang atau mahanta nasi dari rumah mempelai wanita ke rumah orang tua mempelai pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung , juga diikuti oleh para ninik mamak yang mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinyadi dalam kaum. Adalah kewajiban adat bagi ayah ibu pengantin pria setelah acara selesai, sebelum tamu-tamu pulang, untuk mengisi beberapa wadah bekas pembawaan makanan keluarga pengantin wanita yang telah kosong.

Pelaminan

Secara kasat mata siapapun dapat melihat adanya pengaruh-pengaruh kebudayaan India dan kebudayaan India dan kebudayaan Cina pada corak dan motif ornamen-ornamen kain sulamannya. Hal ini lebih ditegaskan lagi, jika kita mengetahui bahwa benang emas yang dipergunakan untuk menyulam kain-kain adat Minang juga disebut benang macao.
Umpamanya untuk keturunan puti-puti kelambu yang dipergunakan harus berlapis tujuh. Dan semakin banyak banta gadang yang dipasang berarti semakin tinggi pula derajat orang yang dikawinkan, dan lain-lain sebagainya.

Sebagaimana kita menjaga identitas produk-produk kebudayaan Minang lainnya, maka untuk pelaminan pun ada hal-hal yang ensensial yang tidak boleh kita buang dan kta tinggalkan. Hal-hal yang ensensial yang memberi cirri Minang pada pelaminan itu ialah :

1. bahan-bahan yang dipergunakan baik untuk tabia maupun yang lain-lainnya ialah kain-kain bersulam benang emas atau perak dengan motif ukiran Minang.

2. Harus mempunyai banta-banta gadang.

3. Ada tirai (langik-langik) diatas tempat bersandingnya yang menggantungkan mainan angkin dan karamalai.

4. Ada lalansia, kulumbu balapih dan banta-banta kopek pada bilik utamannya.

5. Mempunyai galuangan dan kain jalin dengan butun-butun pengapit biliknya.

Hiasan Kepala Anak Daro

Suntiang Gadang

Bentuk hiasan kepala pengantin Wanita Minang yang dipakai secara umum sekarang, namanya suntiang gadang, berasal dari daerah Padang/Pariaman. Kata gadang berarti besar. Ini untuk membedakan, karena ada juga suntiang ketek (kecil) yang biasa dipakai oleh pendamping-pendamping pengantin yang disebut pasundan.

Penyusunan kembang-kembang sunting ini diatas kepala pengantin wanita mengikuti deret ganjil. Paling tinggi sebelas tingkat, dan paling rendah tujuh tingkat. Sedangkan sunting untuk para pasundan, dimulai dari deret lima sampai tiga.

Ada empat jenis nama kembang goyang yang disusun susun diatas kepala untuk membentuk sunting Minang tersebut. Lapisan-lapisan paling bawah dinamakan bungo arunai yang deretan terdiri dari tiga sampai lima lapis. Kemudian deretan bungo gadang yang deretannya terdiri dari tiga sampai lima lapis lagi. Dan yang paling diatas ialah deretan kambang goyang. Sedangkan bagian-bagian yang jatuh ke arah pipi kiri dan kanan, disebut kote-kote.

Busana Pengantin Minang

Bentuk utama dari busana tradisional wanita Minang adalah baju kurung.
Empat macam baju kurung.

1. Pertama, baju kurung batabue
Hiasan bunga-bunganya yang terbuat dari lempengan-lempengan loyang kecil berwarna emas dijahitkan bertabur di sekitar baju. Motif lempengan itu bermacam-macam. Ada yang berbentuk bunga, kupu-kupu atau wajik-wajik dan lain-lain sebagainya dalam ukuran kecil.

2. Kedua, baju kurung balapak
Dibuat dari kain songket tenunan benang katun dengan benang emas atau perak.

3. Ketiga, baju kurung basulam
Hiasan bunga-bunganya disulamkan kekain dengan mempergunakan benang-benang warna warni. Model sulaman ini sering juga disebut sulaman kepala peniti.

4. keempat, baju kurung batarawang.
Hiasan bunga-bung di buat dengan mencongkel atau melobangi bagian-bagian tertentu dari kain yang akan dijadikan baju.
Sedangkan pengantin Pria, mengenakan baju model roki sebutan untuk jas dan celananya. Karena baju jas itu terbuka maka untuk penutupdada dipakai rompi dengan ikatan tali ke punggung. Sedangkan pinggang memakai kain samping dari bahan songket balapak.

Yang umum dipakai sekarang oleh pengantin Pria Minang adalah tutup kepala berbentuk saluak. Karena itu disebut saluak marapulai.

Tari Galombang

Tarian yang dipergunakan untuk menyambut pengantin yang sesuai dengan adat istiadat Minang ialah tari galombang.
Dua macam galombang

Pola galombang adat timbal balik .

Jika perhelatan mereka langsungkan dirumah-rumah dengan pekarangan yang luas atau kalau jalan raya di depan rumah mereka dapat ditutupi dari lalu lintas kendaraan lain selama berlangsungnya upacara acara tersebut.

Pola Galombang sapihak

biasanya untuk pesta-pesta yang diadakan di gedung-gedung, maka maka dalam penyambutan datangnya pengantin dan keluarga lazimnya dinanti dengan barisan satu arah .

Ada empat macam lagu tradisional yang lazim dipergunakan untuk mengiringi tari galombang dan persembahan sirih ini.

- Lagu talempong Tupai baguluik untuk mengiringi gerakan maju penari-penari galombang.

- Lagu saluang lubuak sao untuk mengiringi gerak maju dara-dara yang membawa carano.

- Lagu bansi Palayaran untuk mengiringi tarian dara-dara yang membawa mempersembahkan sirih pada tamu-tamu.

- Lagu talempong si kambang manih untuk mengiringi tarian gembira ketika penari-penari galombang dan persembahan sirih mengelu-elukan kedatangan pengantin di akhir penyambutan.
CERITA SEJARAH MINANGKABAU




Kaba Cindua Mato (KCM) adalah karya sastra Minangkabau yang popular, terkenal dalam masyarakat Minangkabau. Sebagai karya sastra yang popular, KCM ini terdapat dalam naskah yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden (van Ronkel, 1921) dan di Perpustakaan Nasional, Jakarta (Juynboll, 1899 dan Sutaarga, 1972) dan diterbitkan dalam beberapa edisi, di antaranya, edisi van der Toorn (1886), Gurun (1904), Saripado (1930), Madjoindo (1964), Endah (1967), Singgih (1972), dan Penghulu (1980); serta pernah digubah dalam bentuk naskah sandiwara oleh Moeis (1924), Penghulu (1955), dan Hadi (1977 dan dalam Esten, 1992).

KCM ini juga telah dibicarakan oleh para ahli, di antaranya oleh Abdullah (1970) berjudul, “Some Notes on the Kaba Cindua Mato: an Example of Minangkabau Traditional Literature”; Esten (1992) membicarakan KCM ini tentang tradisi dan modernitas dalam sandiwara Cindua Mato dalam hubungannya dengan mitos Minangkabau, dan Djamaris (1995) melakukan penelitian perbandingan kepahlawanan Hang Tuah dengan Cindua Mato.

Sesuai dengan judulnya, karya sastra ini tergolong kaba, cerita prosa berirama yang panjang. KCM ini tergolong sastra pahlawan, sastra epos, atau wiracerita, cerita yang mengisahkan perjuangan seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan yang terpuji, membela negeri atau kerajaan Minangkabau.

Dalam KCM ini yang menjadi tokoh pahlawan adalah Cindua Mato, seorang hamba, pembantu utama Kerajaan Pagaruyung, alam Minangkabau.
Kerajaan Pagaruyung yang diperintah oleh seorang ratu yang disebut Bundo Kanduang dan putra mahkotanya, putra Bundo Kanduang, yaitu Dang Tuanku. Bundo Kanduang sebagai ratu, Dang Tuanku sebagai putra mahkota, dan Cindua Mato sebagai pembantu utama adalah tokoh sentral dalam KCM ini, tokoh yang banyak berperan dalam cerita.

KCM ini mengisahkan kebesaran da keagungan Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau. Tema pokok, tujuan perjuangan Cindua Mato adalah mengagungkan Ratu Kerajaan Pagaruyung. Tokoh yang ditonjolkan adalah Bundo Kanduang sebagai ratu dan Dang Tuanku sebagai raja alam Minangkabau, sedangkan Cindua Mato merupakan tokoh yang berfungsi mengukuhkan kebesaran dan keagungan Ratu dan Raja Minangkabau dengan cara membasmi kezaliman dan menegakkan kebenaran. Tema KCM ini adalah Ratu dan Raja Minangkabau adalah Ratu dan Raja yang besar dan agung.

Kerajaan yang besar dan agung tidak mungkin dikalahkan dengan kebohongan dan tipu daya. Raja yang zalim akan celaka, kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, tipu daya dibalas dengan tipu daya. Amanat cerita ini adalah, jangan suka menodai, membohongi, dan menipu raja yang baik. Tokoh perempuan, Bundo Kanduang, sangat menonjol dalam KCM ini.

Sebagaimana sudah umum diketahui dalam masyarakat Minangkabau, perempuan sangat dihargai dan dimuliakan. Perempuan disebut dengan istilah Bundo Kanduang dan laki-laki disebut niniak mamak. Garis keturunan dalam masyarakat Minangkabau adalah garis keturunan matrilineal, garis keturunan berdasarkan garis ibu. Harta pusaka, seperti rumah, sawah ladang diwariskan kepada kemenakan perempuan.

Dalam KCM ini, kita akan mengetahui bagaimana citra perempuan, apakah sesuai dengan kedudukannya dalam adat Minangkabau itu yang sangat dimuliakan. Berikut ini akan dibicarakan citra perempuan (Bundo Kanduang) dalam KCM ini.2) Citra Perempuan (Bundo Kanduang) dalam KCM
Bundo Kanduang diceritakan adalah ratu Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau, ratu yang besar dan agung. Keagungannya diketahui dari awal cerita. Ia menjadi raja dengan sendirinya sama terjadinya dengan alam Minangkabau.

Karena ia bukan manusia biasa, tidak diceritakan bagaimana asal-usulnya, siapa ayahnya dan siapa ibunya.
Kebesarannya sama, bahkan lebih dari Raja Rum dan Raja Cina. Dia seketurunan dengan Raja Rum dan Raja Cina itu. Raja Rum dan Raja Cina pernah melamarnya. Lamaran itu disetujui, tetapi sebelum perkawinan dilaksanakan, raja-raja besar itu sudah meninggal karena tidak dapat mengimbangi kesaktian dan kebesaran Bundo Kanduang (Panghulu, 1980:161). Keagungannya juga terungkap melalui perlengkapan istana yang dimilikinya antara lain mahkota Kulah Kamar, kain Sang Seto Sigundam-Gundam, keris Curik si Mundam Giri (Panghulu, 1980:129).

Ia orang yang sakti. Ia mengalami hal-hal yang bersifat supernatural. Ia tidak mempunyai suami, tetapi ia hamil setelah diberi tahu oleh seorang Wali Allah melalui mimpi bahwa ia sedang mengandung seorang anak yang kelak menjadi raja Minangkabau. Ia disuruh minum air kelapa nyiur gading yang sakti. Setelah meminum air kelapa gading itu ia hamil dan kemudian lahirlah anaknya Sutan Rumandung yang bergelar Dang Tuanku, yang kelak menjadi Raja Alam Minangkabau, Daulat yang Dipertuan.

Bundo Kanduang diceritakan sebagai tokoh yang pintar, cerdas, arif bijaksana. Sebagai orang yang cerdas dan pintar, ia mengajar anaknya Dang Tuanku dan mengajari Cindua Mato dalam segala hal, antara lain, tentang adat istiadat, sopan santun dalam masyarakat, dan cara-cara memerintah (Panghulu, 1980: 131, 161-162).

Sebagai orang yang demokratis,, arif, dan bijaksana, ia tidak memutuskan sendiri segala masalah. Ia mengatur dan memberi tugas orang sesuai dengan jabatan dan keahliannya. Dalam pemerintahan ia dibantu oleh beberapa lembaga yang menjadi sarana kelengkapan pemerintahan yaitu lembaga Rajo Duo Selo (Rajo Adat di Buo dan Rajo Ibadat (agama) di Sumpu Kuduih) dan Lembaga Basa Ampek Balai (Dewan Empat Menteri) yaitu Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Gantiang, Makhudum di Sumanik, Indomo di Saruaso (Panghulu, 1980:131).

Pengambilan keputusan tidak dilakukannya sendiri, tetapi selalu dibawanya bermusyawarah. Ia selalu berunding dengan pembantu-pembantunya. Keputusan yang telah diambil dalam musyawarah diikutinya walaupun bertentangan dengan keinginannya. Kebijaksanaan Bundo Kanduang terungkap ketika dalam sidang bersama dengan Basa Empek Balai, masalah Cindua Mato yang membawa Puti Bungsu dari negeri Sikalawi ke Pagaruyung diserahkan keputusannya kepada Bundo Kanduang, ia menolak secara bijaksana sebagai berikut.

“Manjawab Dang Tuanku, “Ampun sayo Bundo Kanduang-kicuah-kicang bunyi salahnyo-putuihkan malah hukum nangko.”
Manitah pulo Bundo Kanduang, “Indak denai mamagang adat-indak denai mamagang limbago-hukum syarak jauah sakali-adat pagangan Bandaharo-syarak pagangan Tuan Kadi-bicaro pulang kepadonyo-ikolah samo bahadapan.” (Panghulu, 1980:245).

Terjemahannya

‘Menjawab Dang Tuanku, “Maafkan saya Bundo Kanduang-tipu muslihat macam salahnya-putuskanlah hukuman ini.”
Menitah pula Bundo Kanduang, “Bukan saya ahli adat-bukan saya ahli lembaga-hukum agama jauh sekali-adat dikuasai Bandaharo-syarak dikuasai Tuan Kadi-keputusan dikembalikan kepadanya-sekarang sudah berhadapan.”

Sebagai seorang ratu yang arif bijaksana, ia secara diplomatis memberi petunjuk kepada Basa Ampek Balai bagaimana cara menyambut kedatangan Imbang Jayo, raja Sungai Ngiang, yang sangat marah menuntut Cindua Mato yang telah melarikan Puti Bungsu, sebagaimana terungkap pada kutipan berikut.

“Baruari Bundo Kanduang-manitah ka Basa Ampek Balai,” Jikok datang Imbang Jayo-jan disonsong dengan karih-songsong jo siriah dangan pinang-sonsong jo jamba jo hidangan-lawan jo adaik jo limbago-lawan jo sudi jo siasaik-apo dijapuik diantakan-ingek-ingek tantang itu.” (Panghulu, 1980:262)

Terjemahannya

Adapun Bundo Kanduang-menitah kepada Dewan Empat menteri, “Jika datang Imbang Jayo-jangan disambut dengan keris-sambutlah dengan sirih dan pinang-sambut dengan makanan dan minuman-ajak dengan adat istri-adat-ajak dengan siasat-apa dijemput diantarkan-ingat-ingat tentang hal itu.”
Demikianlah kebesaran dan keagungan Bundo Kanduang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan citra Bundo Kanduang sebagai pemimpin di Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau.

Ia adalah Ratu Agung yang memiliki sifat-sifat luar biasa; ia seketurunan dengan raja besar di dunia, yaitu Raja Rum dan Raja Cina, ia memiliki benda-benda yang istimewa, seperti mahkota Kulak Kamar, Kain Sang Seto, dan keris Curak si Pundan Giri; ia adalah seorang yang sakti setelah meminum air kelapa gading yang sakti. Ia pintar, cerdas, arif bijaksana, dan demokratis.

Di
Minangkabau, tiada hikayat atau tambo yang teramat populer selain
Hikayat Cindua Mato. Demikian populernya sehingga dianggap oleh
sebahagian masyarakat kawasan ini sebagai "Sejarah Minangkabau". Lihat
saja, siapa yang tidak kenal Gumarang, yakni nama kuda putih sakti yang
kencang larinya itu atau kerbau besar bertuah bernama Binuang yang
banyak panglimanya atau pun ayam Kinantan yang selalu menang di setiap
gelanggang penyabungan. Bahkan orkes pop Minang terpopuler di negeri
ini pada tahun lima puluhan, mengambil nama kuda sakti itu untuk nama
perkumpulan musiknya, yakni Orkes Gumarang. Sedangkan ayam jago
Kinantan dijadikan julukan klub sepakbola dan diharapkan tidak akan
pernah menyerah di setiap pertandingan serta kerbau besar Binuang yang
dijadikan nama traktor penggusur tanah oleh sopirnya.
Demikian pula nama Bundo Kanduang sudah teramat melekat di hati orang
Minangkabau dan dilambangkan sebagai seorang ibu yang bijaksana.


Belum lagi nama-nama lain seperti puti Bungsu, Puti Lenggogeni, Puti
Linduang Bulan, seterusnya tokoh sentral hikayat itu sendiri, yakni
Cindua Mato.

Daulat Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagar Syah, Raja Alam Pagaruyung

Sutan Abdul Hadis mempunyai delapan orang putera yaitu: Sutan Badrunsyah, Puti Lumuik, Puti Cayo Lauik, Sutan Palangai, Sutan Buyung Hitam, Sutan Karadesa, Sutan M.Suid dan Sutan Abdulah. Puti Mariam mempunyai dua orang putera : Sutan Muhammad Yakub dan Sutan Muhammad Yafas (kemudian menjadi Tuan Makhudum Sumanik) Adik perempuan dari Daulat Sultan Alam Bagagarsyah yaitu Puti Reno Sori yang kemudian dinobatkan menjadi Tuan Gadih Pagaruyung XII menikah dengan saudara sepupunya Daulat Yang Dipertuan Sultan Abdul Jalil Yamtuan Garang Yang Dipertuan Sembahyang II Raja Adat Pagaruyung, mempunyai seorang puteri yaitu Puti Reno Sumpu Tuan Gadih Pagaruyung XIII.

Puti Reno Saiyah ini menikah dengan Sutan Badrunsyah Penghulu Kepala Nagari Sumanik (putera dari Sutan Abdul Hadis dan cucu dari Sultan Alam Bagagarsyah) mempunyai putera empat orang yaitu: Puti Reno Aminah Tuan Gadih Hitam Tuan Gadih Ke XV, Puti Reno Halimah Tuan Gadih Kuniang, Puti Reno Fatimah Tuan Gadih Etek dan Sultan Ibrahim Tuanku Ketek.

Puti Reno Dismah Tuan Gadih Gadang menikah dengan Sutan Muhammad Thaib Datuk Penghulu Besar (ibunya Puti Siti Marad adalah cucu dari Sutan Abdul Hadis dan cicit dari Sultan Alam Bagagarsyah, sedangkan ayahnya Sutan Muhammad Yafas adalah anak dari Puti Mariam dan cucu dari Sultan Alam Bagagarsyah) mempunyai putera enam orang: Puti Reno Soraya Thaib, Puti Reno Raudhatuljannah Thaib, Sutan Muhammad Thaib Tuanku Mudo Mangkuto Alam, Puti Reno Yuniarti Thaib, Sutan Muhammad Farid Thaib, Puti Reno Rahimah Thaib. Sutan Usman Tuanku Tuo menikah dengan Rosnidar dari Tiga Batur (cicit dari Sutan Mangun anak Sutan Alam Bagagarsyah) mempunyai putera delapan orang: Puti Rahmah Usman, Puti Mardiani Usman, Sutan Akmal Usman Khatib Sampono, Sutan M .Ridwan Usman Datuk Sangguno, Sutan Rusdi Usman Khatib Muhammad, Puti Rasyidah Usman, Puti Widya Usman, Sutan Rusman Usman, Puti Sri Darma Usman.

Puti Reno Fatima Zahara menikah dengan Sutan Pingai Datuk Sinaro Patiah Tanjung Barulak (adalah cicit dari Puti Fatimah dan piut dari Sultan Abdul Jalil Yamtuan Garang Yang Dipertuan Sembahyang) mempunyai putera delapan orang: Sutan Indra Warmansyah Tuanku Mudo Mangkuto Alam, Sutan Indra Firmansyah, Sutan Indra Gusmansyah, Puti Reno Endah Juita, Sutan Indra Rusmansyah, Puti Reno Revita, Sutan Nirwansyah Tuan Bujang Bakilap Alam, Sutan Muhammad Yusuf.


Istano Si Linduang Bulan

Rumah Gadang Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan yang berdiri di Melayu Ujung Kapalo Koto atau di Balai Janggo Pagaruyung kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat adalah rumah pusaka dari Keluarga Besar Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung.

Nama Si Linduang Bulan adalah nama yang diberikan kepada Istana Raja Pagaruyung setelah dipindahkan dari Ulak Tanjuang Bungo ke Balai Janggo pada tahun 1550 oleh Daulat Yang Dipertuan Raja Gamuyang Sultan Bakilap Alam (Sultan Alif Kalifatullah Johan Berdaulat Fil’Alam I) Raja Alam sekaligus memegang jabatan Raja Adat dan Raja Ibadat Pagaruyung, sebagai penanda awalnya perhitungan tahun menurut tarikh Islam, sekaligus berlakunya secara resmi hukum syariat Islam di seluruh kerajaan Pagaruyung menggantikan hukum-hukum yang bersumber dari agama Budha Tantrayana.

Pada tahun 1869 Istano Si Linduang Bulan dibangun lagi oleh Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu kemenakan kandung dari Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam dan anak dari Yang Dipertuan Gadih Reno Sori dengan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang (pemegang jabatan Raja Adat, Raja Ibadat dan Raja Alam) setelah Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah Yang Dipertuan Hitam dibuang Belanda Ke Betawi.

Pertama, Istano Si Linduang Bulan, yang berdiri di Balai Janggo Pagaruyung, sebagai istana pengganti dari istana raja yang terbakar, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Kedua, Istano Basa, yang mulai dibangun pada tahun 1976 di Padang Siminyak Pagaruyung (letaknya satu kilometer dari Istano Si Linduang Bulan) di atas tanah milik keluarga ahli Waris Raja Pagaruyung yang dipijamkan kepada pemerintah selama bangunan tersebut masih berdiri. Istano Basa didirikan atas biaya sepenuhnya dari pemerintah daerah Sumatera Barat yang berfungsi sebagai musium dan objek kunjungan wisata, sedangkan istano Si Linduang Bulan dibiayai oleh ahli waris dan anak cucu keturunan dari Daulat yang Dipertuan Raja Pagaruyung.

Barisan kedua memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut Tiang tamban suko mananti, barisan ketiga memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut Tiang tangah manti salapan, salah satu dari 12 tiang ini disebut Tonggak Tuo atau disebut juga Tiang panjang simajolelo yang terletak di bagian kanan setelah pintu masuk.

Kedua anjuang di ujung kiri dan kanan rumah adalah tempat “Kedudukan Rajo” atau tahta raja, yakni “Rajo Tuo” di Anjuang Emas dan “Tuan Gadih” di Anjuang Perak Ukiran yang membalut Istano Si Linduang Bulan berjumlah lebih dari 200 macam motif ukiran. Hampir seluruh motif ukiran Minangkabau terdapat di Istano Si Linduang Bulan. Ukiran itu mendominasi bentuk luar fisik bangunan yang kaya dengan simbol-simbol. Setiap ukiran dan penempatannya mempunyai makna sendiri-sendiri, sebagai tanda bahwa Istano Si Linduang Bulan adalah rumah gadang raja atau rumah pemimpin rakyat atau sebagai”Pusat Adat”

Rajo Tigo Selo

Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri dari Raja alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja.

Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan, Dalam kaba Cindua Mato kedudukan dan fungsi dari raja-raja ini dijelaskan dalam suatu jalinan peristiwa.

Sedangkan institusi untuk Raja Adat dan Raja Ibadat disebut sebagai Rajo Duo Selo.

1. RAJA ALAM Pucuk pemerintahan kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung mempunyai struktur tersendiri. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh tiga orang raja; Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat. Masing-masing raja mempunyai tugas, kewenangan dan mempunyai daerah kedudukan tersendiri. Raja Alam membawahi Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung. Semua penjelasan mengenai kedudukan dan kekuasaan raja-raja tersebut pada dasarnya bertolak dari uraian yang ada di dalam tambo dan pada kaba Cindua Mato, karena kaba Cindua Mato dianggap sebagai tambo Pagaruyung yang dikabakan. Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat ketiganya disebut Rajo Tigo Selo Sedangkan Raja Adat dan Raja Ibadat disebut Rajo Duo Selo Ketiga-tiga raja berasal dari keturunan yang sama.

Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung, Raja Adat berkedudukan di Buo dan Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus. Hal itu berarti bahwa Raja Adat maupun Raja Ibadat tidaklah berasal dari Buo dan Sumpur Kudus, sebagaimana pendapat sebagian orang yang kurang memahami konstelasi dan hubungan antara raja-raja tersebut.

RAJO ADAT Raja Adat yang berkedudukan di Buo adalah salah seorang dari Rajo Duo Selo di samping Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Juga menjadi salah seorang dari Rajo Tigo Selo yang dikepalai oleh Raja Alam. Raja Adat berwenang memutuskan perkara-perkara masalah peradatan, apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada persoalan adat yang tidak mungkin pula dapat diputuskan oleh Raja Adat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam.

RAJO IBADAT Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus adalah salah seorang dari Rajo Duo Selo di samping Raja Adat yang berkedudukan di Buo. Juga menjadi salah seorang dari Rajo Tigo Selo yang dikepalai oleh Raja Alam Raja Ibadat berwenang memutuskan perkara-perkara masalah keagamaan apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada masalah-masalah keagamaan yang tidak dapat diputuskan oleh Raja Ibadat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam. Raja Alam lah memutuskan segala sesuatu yang tidak dapat diputuskan oleh yang lain. * 4. BASA AMPEK BALAI Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung, Rajo Tigo Selo atau Raja Tiga Sila, dibantu oleh orang besar atau Basa yang kumpulannya disebut Basa Ampek Balai, empat orang besar yang mempunyai tugas, kewenangan-kewenangan dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan, Pagaruyung.

Dalam struktur dan tatanan kerja para pembesar kerajaan dalam kerajaan Pagaruyung tersebut, selain Basa Ampek Balai sebagai pembantu raja, juga dilengkapi dengan seorang pembesar lain yang bertugas sebagai panglima perang yang setara dengan anggota Basa Ampek Balai lainnya, disebut Tuan Gadang berkedudukan di Batipuh dengan julukan Harimau Campo Koto Piliang. Tuan Gadang bukanlah anggota dari Basa Ampek Balai, tetapi setara dengan masing-masing anggota Basa Ampek Balai.

Di dalam kaba Cindua Mato, Basa Ampek Balai mempunyai peranan yang cukup penting dalam menentukan sebuah keputusan yang akan diambil oleh raja Minangkabau. Menurut kaba tersebut, Basa Ampek Balai dapat diangkat dan diberhentikan oleh Bundo Kanduang atau raja Minangkabau. Kekuasaan dan kebesaran mereka semua berkat pemberian dan keizinan Bundo Kanduang. Ketika terjadi tragedi pembunuhan raja-raja Pagaruyung dan para pembesar kerajaan di Koto Tangah dalam masa Perang Paderi, semua Basa Ampek Balai ikut terbunuh. Setelah Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagar Syah raja alam Minangkabau ditawan Belanda dan dibuang ke Betawi pada 1833, Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu sebagai pengganti dan pelanjut Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagar Syah mendandani kembali perangkat kerajaan dengan mengangkat kembali Basa Ampek Balai.

LANGGAM NAN TUJUAH Di dalam sistem pemerintahan kerajaan Pagaruyung, selain adanya institusi raja, yang dikenal dengan sebutan Rajo Tigo Selo dan pembantu-pembantu raja yang dikenal dengan Basa Ampek Balai, di bawah Basa Ampek Balai ada enam orang gadang yang masing-masing juga mempunyai daerah dan kedudukan tersendiri dengan tugas dan kewenangan tersendiri pula.



Rengasdengklok (KarIn) - Pada tanggal 16 agustus 1945 silam, kelompok pemuda menculik Soekarno dan istri beserta anaknya ke Rengasdengklok Karawang, dan menyembunyikannya di sebuah rumah milik warga Tionghoa, bernama Djiauw Kie Siong. Penculikan tersebut adalah usaha dari para pemuda untuk mengamankan Soekarno dari pengaruh Jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Dirumah itu, selain diamankan, Soekarno juga didesak oleh kaum muda untuk segera memproklamasaikan kemerdekaan Indonesia, tanpa harus menunggu kemerdekaan yang berupa hadiah dari Jepang. Pemuda menganggap kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II adalah momen yang tepat bagi Bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri, mengingat kekuatan Jepang yang mulai melemah. Peristiwa perundingan di rumah Djiauw Kie Siong itu kemudian kita sebut dengan peristiwa Rengasdengklok.

Kini, setelah setengah abad bangsa kita merdeka, jejak sejarah tersebut masih bisa dikunjungi. Bedanya, kini rumah bersejarah itu lokasinya dipindahkan, terletak sekitar 100 meter dari Monumen Kebulatan Tekad. Adapun letak rumah yang dulu didiami Soekarno berada didekat monumen kebulatan tekad. Pemindahan ini dilakukan karena lokasi aslinya dahulu terkena luapan lumpur ketika terjadi erosi di Sungai Citarum pada tahun 1957. Pemindahan ini dilakukan atas perintah Soekarno. Karena itu pulalah di lokasi aslinya dulu, kemudian dibangun Monumen Kebulatan Tekad.

Rumah yang sebagian besar bahan bangunannya diambil dari rumah aslinya ini, hingga saat ini diurus oleh cucu Djiauw Kie Siong, dengan desain bangunan tidak jauh berbeda dengan rumah yang dulu. Yang berbeda, sekarang sebagian benda atau perabotan rumah sudah diganti dengan replikanya. Adapun perabotan yang asli, ditempatkan di Museum Sri Baduga di Bandung.

Di rumah ini, kita bisa menemukan benda asli diantaranya cermin, meja, foto, lukisan serta bale-bale yang terletak di depan rumah. Sedangkan, ranjang yang dulunya ditempati Soekarno, kursi diruang tengah yang menjadi tempat berunding sudah dialihkan ke Museum Sri Baduga.

Mengenai rumah warisan kakeknya, dua orang cucu Djiauw Kie Siong menyatakan keprihatinannya pada kondisi rumah yang dikelolanya kedepan. Mereka kesulitan dalam merawat rumah tersebut. Walaupun sebagian besar keasliannya sudah hilang, namun menurut mereka rumah ini tetap memiliki nilai sejarah, apalagi pemindahan rumah tersebut bukan karena disengaja, tapi karena musibah akibat erosi Citarum.

Setiap bulannya, pihak keluarga mengaku mendapatkan uang intensif sebesar 200 ribu rupiah dari Museum Kepurbalakalaan di Serang Banten, namun mereka menilai uang tersebut tidaklah cukup dengan beban perawatan yang lebih besar. Apalagi, tugas mereka bertambah karena banyak pengunjung yang datang. Mereka harus melayani obrolan dan keperluan dari para pengunjung, salah satunya dengan menyediakan buku tamu bagi para pengunjung. Dari buku tamu yang ada disana, bisa dilihat ternyata para pengjungnya tersebar dari beberapa kota diluar Karawang, bahkan luar Jawa Barat.

Pernah, menurut cucu Djiauw Kie Siong ini, rumah tersebut diisukan akan dibeli oleh pihak swasta, dengan tawaran sebesar 2 milyar rupiah. Namun, saat itu pemerintah melalui Pemkab Karawang menolaknya, dengan alasan merupakan asset negara, tidak dijual kepada swasta. Sayangnya tawaran ini tidak sampai ke pihak keluarga. Dan, ketika ditanyakan jika ada tawaran serupa yang menghampiri lagi, cucu tertua menjawab : ”Kami akan mejualnya, daripada kami tidak mampu merawatnya, terus pemerintah juga kurang berperan, lebih baik dijual. Kami yakin pembelinya nanti akan merawat dan melestarikan lebih baik lagi dibanding kami ataupun pemerintah sekarang.”

Mengenai perhatian pemerintah terhadap nasib rumah ini, mereka pun menyayangkan kenapa pemerintah lebih memperhatikan Lubang Buaya dibanding rumah ini, ”kalau itu kan (lubang buaya) matiin para jenderal, nah ini (rumah) kan ngebangun negara”, ungkap cucu tertua, bernama Iim tersebut.